Takes at least two people to see the truth: one to speak and another to understand it

P U N A H

Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut, walaupun kemampuan untuk berkembang biak tidak ada lagi sebelumnya. Tetapi dikarenakan wilayah sebaran sebuah spesies atau takson yang bisa sangat luas, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu kepunahan. Kesulitan ini dapat berujung kepada suatu fenomena yang dinamakan takson Lazarus, dimana sebuah spesies dianggap telah punah tetapi muncul kembali. Melalui proses evolusi, spesies yang baru muncul dari suatu mekanisme spesiasi (dalam bahasa Inggris: speciation) dimana jenis makhluk hidup baru muncul dan berkembang biak secara lancar bila mereka mempunyai ecology niche. Spesies akan punah bila mereka tidak bisa bertahan bila ada perubahan di ekologi mereka ataupun bila persaingan semakin ketat dari makhluk hidup lain yang lebih kuat. Umumnya, suatu spesies akn punah dalam waktu 10 juta tahun,dihitung dari permulaan kemunculannya. Beberapa spesies, biasanya juga disebut fosil hidup telah bertahan dan tidak banyak berubah selamaratusan juta tahun. Salah satu contoh fosil hidup adalah buaya. Sebelum manusia memenuhi muka bumi, laju kepunahan makhluk hidup cukup rendah, walaupun beberapa kepunahan massal telah terjadi sebelum itu. Sejak kira-kira 100.000 tahun yang lalu, seiring dengan laju populasi manusia yang semakin tinggi, laju kepunahan makhluk hidup menjadi sangat cepat, jauh lebih cepat dari kepunahan Cretaceous-Tertiary, yang terjadi sekitar 65.5 juta tahun yang lalu. Kepunahan ini dinamakan kepunahan Holocene, salah satu dari enam jenis kepunahan yang sudah diidentifikasikan sampai saat ini. Pernahkah anda Jumpai Dodo
Dodo berasal dari Mauritius. Dodo bergerak lamban dan cukup jinak, sifat yang sebenarnya tidak begitu bagus untuk bisa bertahan hidup. Dagingnya tidak enak bila dimakan dan mempunyai hubungan jauh dengan famili burung merpati. Ia diperkirakan mempunyai ketinggian 70 cm dan lebar yang hampir sama dari paruh sampai buntut. Dodo adalah jenis burung yang tidak dapat terbang. Oleh karena itu, ia meletakkan telurnya di tanah. Tak heran bila telurnya banyak dimakan hewan yang dibawa oleh manusia di abad ke-17 ke pulau Mauritius, seperti babi, anjing, dan kedelai. Dalam waktu yang waktu 70 tahun setelah orang Eropa pertama kali menginjakkan kaki di Mauritius, Dodo menjadi punah. Dodo diperkirakan punah pada tahun 1693. Nasib tragis dodo tidak berhenti sampai begitu saja. Pada tahun 1755, direktur Museum Ashmolean di Oxford memerintahkan untuk membakar eksemplar dodo di museum karena tampangnya semakin jelek. Ini keputusan yang cukup mengagetkan karena eksemplar ini adalah satu-satunya yang ada. Seorang pekerja museum yang tidak setuju dengan keputusan ini mencoba menyelamatkan eksemplar dodo dari bakar api. Sayangnya, ia hanya berhasil menyelamatkan kepala dan sebagian dari kakinya. Akibat dari keputusan yang bodoh ini, kita tidak tahu dengan pasti bagaimana rupa dodo. Juga kita tidak tahu bagaimana ia berkembang biak, makannya apa, suaranya, dan lain-lain. Kita juga tidak mempunyai satupun eksemplar dari telurnya. Informasi mengenai dodo sangat sedikit. Hanya informasi yang tidak pasti dari pelaut-pelaut dan beberapa lukisan dodo hasil interpretasi pelukisnya. Tak heran Hugh Edwin Strickland, seorang naturalis Inggris, mempunyai komentar ironis mengenai dodo: "Kita mempunyai eksemplar yang lebih lengkap dari sauropoda (suatu jenis dinosaurus) dibandingkan dodo, seekior burung yang hidup di zaman modern dan yang hanya punya satu tuntutan dari manusia: untuk dibiarkan hidup dengan tenang." Ekidna
Mamalia yang terancam punah dan dianggap telah punah di Australia sejak zaman es terakhir mungkin masih ada di sana, demikian dilaporkan sebuah penelitian terbaru. Spekulasi itu muncul dari penemuan bahwa setidaknya satu landak semut (ekidna) berparuh panjang, mamalia bertelur yang diperkirakan hanya ada di Papua, ditemukan di Australia pada 1901 dan baru-baru ini penduduk Aborigin asli melaporkan melihat hewan tersebut. Spesimen yang ditemukan pada 1901, yang dipaparkan dalam jurnal “ZooKeys” edisi 28 Desember, telah lama berbaring dan terlupakan di Natural History Museum di London. "Hal yang menakjubkan tentang penelitian ini adalah semuanya bergantung pada spesimen tunggal, dan itu adalah spesimen yang sangat terdokumentasi yang dikumpulkan pada 1901 di Australia," menurut salah satu penulis peneliti Kristofer Helgen, ahli ilmu hewan di Smithsonian Institution di Washington, DC. “Butuh waktu sampai 2013 untuk saya dan tim benar-benar menghidupkan spesimen dari lemari Natural History Museum di London." Mamalia primitif Monotreme, yang meliputi mamalia kecil aneh seperti duckbill platypus, bertelur seperti reptil tapi menyusui bayi mereka. Mereka mungkin telah menyimpang dari semua mamalia lain sejak era Periode Trias, yang berlangsung pada sekitar 248,000,000 hingga 206.000.000 tahun yang lalu. Meskipun ekidna berparuh pendek dan duckbill platypus masih hidup di Australia, ekidna berparuh panjang, monotreme terbesar di dunia, diperkirakan hanya hidup di hutan hujan Papua. Makhluk misterius itu, yang dapat memiliki bobot sampai 9 kg, terdaftar sebagai hewan yang sangat terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature. Terlupakan di lemari museum Para ilmuwan tahu makhluk malam berduri itu pernah hidup Australia, tapi menyimpulkan mereka punah setelah zaman es terakhir, antara 30-40 ribu tahun yang lalu, ketika Papua dan Australia masih tergabung dalam satu benua, tutur Helgen. Helgen mengatakan dia mengunjungi Natural History Museum di London untuk melihat koleksi di museum tersebut ketika dia kebetulan melihat seekor ekidna berparuh panjang yang ditandai dengan nama spesies dan tempat dia ditemukan. Ternyata pada 1901, seorang ilmuwan Australia bernama John Tunney menembak ekidna itu di Gunung Anderson, sebuah gunung yang luas, kering dan jarang penduduknya di barat laut Australia, saat melakukan ekspedisi untuk kolektor Inggris. Tunney, yang terlatih dalam taksidermi, mengirimkan spesimen tersebut, yang kemudian diwariskan ke Natural History Museum. Di sana hewan itu berbaring dan terlupakan selama satu abad. Setelah mereka menyadari ekidna tersebut ada dalam sejarah, tim menandatangi masyarakat Aborigin di wilayah Kimberley Barat. Beberapa wanita ingat menonton orangtua mereka berburu ekidna berparuh panjang. "Mereka ingat bahwa dulu ada ekidna di daerah tersebut yang jauh lebih besar, dan mereka menunjuk ke gambar ekidna berparuh panjang modern dari Papua," kata Helgen kepada LiveScience. Apakah masih ada? Temuan baru ini meningkatkan kemungkinan bahwa ekidna berparuh panjang masih ada di Australia, dan para ilmuwan harus memimpin sebuah ekspedisi untuk menemukannya, tutur Helgen. Namun, makhluk yang terancam punah itu sulit untuk ditemukan bahkan di Papua. Mereka berani keluar pada malam hari, menghindari manusia dan meringkuk menjadi duri dan seperti bola saat mengendus bahaya, katanya. Penemuan tersebut tidak hanya menunjuk pada pentingnya menjaga koleksi museum, hal itu secara radikal mengubah gambaran tentang ekidna berparuh panjang, tutur Christopher Norris, spesialis museum di Yale Peabody Museum of Natural History, yang tidak terlibat dalam penelitian. Hutan hujan Papua tempat ekidna berparuh panjang biasanya terlihat memiliki lanskap yang berbeda dari Kimberley yang kering dan penuh bebatuan, tutur Norris kepada LiveScience. "Itu menjungkirbalikkan ide-ide kami tentang bagaimana kehidupan hewan spesial ini," katanya. Sapi Laut Steller
Sapi laut Stellers adalah jenis sapi laut yang mempunyai hubungan dengan duyung. Binatang ini sangat besar; binatang yang dewasa berbobot 10 ton dan bisa mencapai kepanjangan 9 meter. Georg Steller, seorang botanis Jerman yang bekerja di Alaska (dulunya bagian dari Rusia), sangat menggemari binatang ini. Ia menemukan binatang ini pada thuan 1741 di pulau Siberia, di depan pesisir Siberia. Ia membuat gambar yang sangat detail. Berdasarkan hasil observasinya, Georg Steller menggambarkan berapa panjang kumis binatang ini. Entah mengapa, Steller tidak menggambarkan kelamin dari jenis jantan, walaupun ia menggambarkan secara teliti kelamin dari jenis wanita. Steller bahkan menyimpan sebagian dari kulit binatang ini, sehingga ilmuwan bisa mempelajari struktur kulitnya. Ini adalah prestasi yang cukup luar biasa, dibandingkan kisah dodo di atas. Tak heran, hewan ini dinamakan dari Georg Steller. Satu hal yang tidak bisa dilakukan Steller ialah menyelamatkan binatang ini dari kepunahan. Binatang ini banyak diburu dengan ganas untuk bahan makanan dan kulitnya dipakai untuk membuat kapal. Lemak dari hewan ini juga dipakai sebaga bahan dasar pembuatan mentega dan untuk bahan bakar lampu. Minyak hewan ini tidak mempunyai bau ataupun asap, juga bisa disimpan lama di suhu yang cukup panas. Pada tahu 1768, kira-kira 30 tahun setelah binatang ini pertama kali diamati, ia punah.
Nilai dari seseorang itu di tentukan dari keberaniannya memikul tanggungjawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.
Unknown

0 komentar: