Takes at least two people to see the truth: one to speak and another to understand it

Accrual Budgetting di Sektor Publik - Kontroversi atau Solusi?


New Public Management (NPM) telah merambah ke negeri ini. Salah satu cirinya memasukkan apa yang dianggap “the best practice” di sektor privat ke sektor publik. Maka jangan heran bila di kebangkitan NPM di Indonesia, semangat me-reinventing‘ sektor publik, juga merambah di sektor pengelolaan keuangan.

Lahirlah Paket UU Keuangan: UU No 17/2003, UU No 1/2004 dan UU No 15/2004. Salah satu amanat UU No 17/2003 adalah implementasi accrual accounting di Indonesia, dengan batasan maksimal dilaksanakan tahun 2008, tenggang waktu yang telah dilewati oleh pemerintah. Hal ini bukan berarti sebuah kegagalan, karena masih ada harapan.

Saat ini, implementansi accrual accounting diyakini secara mendunia sebagai cara membawa pemerintahan lebih akuntabel dan transparan, sebagaimana ramai dikemukakan oleh jurnal-jurnal ilmiah dan sejenisnya tentang “urgency” accrual accounting. Akuntabel dan transparan dalam penggunaan resource dan kebijakan oleh pemerintah guna menjalankan dan melaksanakan tugas-tugas negara. Lembaga-lembaga international seperti World Bank, OECD, ADB dan IMF dewasa ini merekomendasikan accrual accounting di negara-negara anggotanya. Kepentingan komparasi laporan keuangan antar negara juga menjadi salah satu alasan rekomendasi tersebut. Di sebuah site pemerintah UK atau Australia (saya lupa) disebutkan:

Accrual information is a very effective financial management tool which can improve the quality of financial management and accountability in the public sector. An accrual system records transactions in the period in which revenue is earned orexpenses incurred, regardless of whether a cash payment is made.


Selain wacana accrual accounting, saat ini berkembang pula “pengakrualan” di bidang budgeting, accrual budgeting. Terdapat perbedaan antara budgeting dan financial reporting. Budgets adalah rencana keuangan yang berorientasi masa depan untuk mengalokasikan sumber daya di antara alternatif penggunaan. Laporan keuangan secara retrospektif menjelaskan hasil dari transaksi keuangan dan kegiatan sebuah organisasi dalam kaitannya dengan financial position dan performance.

Accrual Budgeting includes details of the accrued expenses, revenues, payments, receipts, assets and liabilities in annual estimates.


Pentingnya accrual budgeting dilakukan mengingat apabila anggaran didasarkan pada basis kas (cash based budgeting berlaku di Indonesia saat ini), fokus perhatian dari pemerintah dan legislator hanya pada sumber daya berbasis kas. Apabila laporan keuangan dihasilkan dari basis yang berbeda (pelaporan keuangan berbasis akrual sementara anggaran berbasis kas), risikonya adalah seakan-akan hanya latihan akuntansi saja (bisa dilihat Jurnal OECD-PUMA/SBO).

Keuntungan dari sebuah accrual accounting dapat berupa manfaat dalam segi:
  • Peningkatan alokasi sumber daya
  • Kualitas pembuatan kebijakan yang lebih baik
  • Kontrol yang lebih baik terhadap capital
  • Identifikasi liabilities yang lebih baik
  • Peluang untuk komparasi sektor private-public
  • Financial management akan menjadi a central concern
  • Kualitas management of cash flow dan current assets/liabilities yang lebih baik.

Isu perubahan ke arah accrual budgeting saat ini dianggap penting mengingat perlunya perbaikan kualitas operasional pemerintah yang mencakup:

  • Informasi yang lebih comparable, better control dan monitoring performance aktual yang lebih baik
  • Meningkatkan transparansi government’s performance
  • Meningkatkan accountability pada Departemen/Lembaga dan agency level-use atas sumber daya keuangan pada basis yang sama sebagai budget
  • Informasi yang lebih baik untuk planning; controlling operating dan capital spending serta decision making
  • Lebih berfokus pada long-term consequences dari keputusan current.

Lalu apa yang terjadi di dunia Internasional? Banyak negara-negara OECD menggunakan full accrual accounting dalam pelaporan keuangan. Australia, New Zealand, serta United Kingdom misalnya, menggunakan metodologi full-accrual untuk budgeting dan appropriations. Perancis telah memutuskan untuk pindah ke accrual accounting tetapi tetap mempertahankan retain cash-based budgeting.

Walaupun disadarinya pentingnya accrual budgeting tersebut, negara-negara OECD sampai saat ini masih berfikir dua kali untuk mengaplikasikan accrual budgeting di kalangan mereka. Prinsip OECD: Accrual Accounting Yes, Accrual Budgeting No (seperti yang saya dapatkan dari slide sebuah kajian di BPPK oleh Bapak Bambang W dan sebuah jurnal ilmiah OECD). Sikap OECD ini bersumber pada dua sebab:

  1. accrual based budgeting dipercaya menimbulkan resiko fiskal yang tinggi, di mana keputusan politik untuk mengeluarkan uang harus dikaitkan dengan timing pengeluaran anggaran, sesuatu yang bisa dijawab dengan tepat oleh cash based budgeting;
  2. legislator cenderung resisten untuk mengadopsi anggaran akrual karena kompleksitas dari konsep akrual itu sendiri.

Dengan beralih ke accrual accounting, penekanan budgeting akan berubah dari ‘cash/funds available’ ke a ‘total cost’ approach. Dalam a ‘total cost’ approach, terdapat sebuah tanda yang membedakan antara Operating Budget -termasuk non-cash items seperti depreciation, leave provisions, dll- dan Capital Budget yang mencakup capital atau expenditure on assets untuk tahun yang akan datang. Singkatnya, budgeting dalam accrual accounting mengidentifikasi dan merencanakan semua costs yang akan timbul. Dengan accrual budgeting, budgets yang dihasilkan akan berupa:

  1. Statement of Financial Performance (Income Statement)
  2. Statement of Financial Position (Balance Sheet)
  3. Statement of Cash Flow
Pembeda utama accrual budgeting dengan cash budgeting adalah di aspek pengakuan accrual di beberap jenis belanja. Dalam accrual budgeting akan muncul jenis-jenis belanja yang merupakan accrual account, semisal depreciation cost. Cost-cost semacam ini tentu akan memiliki perbedaan yang perlakukan dalam appropriasi bila dibandingkan dengan cash based budgeting. Proses appropriations itu sendiri amat diperlukan sebagai cash management, termasuk management asset publik. OECD sendiri memberikan dua alternatif dalam accrual budgeting dalam memperlakukan appropriations, yaitu:
  • cash-in hand model.
  • non cash-in hand model.
Jika budgeting dan appropriations diakrualkan, beberapa hal berikut perlu dijadikan pertimbangan:
  • Budgets, Estimates, Appropriations akan lebih terkait erat kepada costs dan revenues yang diantisipasi selama tahun kapanpun ketika dilakukan pembayaran atau ketika diterima.
  • Budgeting dan forecasting akan didasarkan pada anticipated economic events, revenues dan operational costs di tahun fiscal tidak anticipated receipts or payments dalam tahun fiskal
  • Manajer Departemen akan lebih bertanggung jawab atas informasi accrual financial dari pada cara tradisional mereka selama ini
  • Beberapa variasi juga diperlukan untuk memperoleh capital assets acquired dan atau menggunakannya selama bertahun-tahun serta long-term financial obligations yang timbul dalam satu tahun tapi akan dibayar di tahun-tahun kemudian.
Beberapa tantangan serta keprihatinan atas implementasi accrual-based budgeting dan appropriations seringkali meliputi:
  • Investasi utama bisa menjadi semacam latihan bagi manajer keuangan
  • Konsep accrual accounting & budgeting dan appropriations sulit dipahami
  • Masih penting bagi pemerintah untuk manage cash dan bagi Parlemen untuk memainkan peran di dalam menyetujui the timing dari kepastian expenditures
  • Pendekatan yang unik diperlukan untuk mengelola besaran non-cash expenses.
Oleh karena itu bila Indonesia bermaksud merintis implementasi accrual budgeting di masa depan, hal-hal berikut hendaknya menjadi klausul pertimbangan:
  • Dilakukan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada. Bila kita cermati ada kontroversi peraturan perundang-undangan saat ini. UU No 17/2003 dan UU No 1/2004 menggiring ke accrual budgeting, sedangkan peraturan lain me-refer ke cash based budgeting, seperti UU No 33/2004 dan Keppres No 42/2002. Hal ini bisa kita lihat pada hasil kajian Ibu Sri Suryanovi, BPPK.
  • Menyiapkan prasyarat kesuksesan implementasi accrual budgeting. Di Australia, kesuksesan accrual budgeting ditentukan 5 hal: sistem informasi manajemen, penyiapan SDM melalui Diklat, komitmen kepemimpinan, dan kapasitas parlemen dan eksekutif, serta implementasi yang bertahap. Tantangan ini amat berat bagi Indonesia, terutama bila mengingat kapasitas SDM di eksektuif dan lebih-lebih di Parlemen (fakta: Belum Jadi Aja Udah Stress). Di Australia, penerapan accrual budgeting and accounting memerlukan waktu 20 tahun untuk dapat dikatakan “baik”.
  • Melakukan penyempurnaan Bagan Akun Standar untuk mengakomodir akun-akun accrual.
  • Mengkaji ulang bentuk jurnal standar anggaran terkait munculnya perlakuan appropriasi untuk accrual costs.
  • Terselenggaranya manajemen kinerja yang baik sebagai penyukses accrual accounting terlebih dahulu, pengalaman di negara lain (New Zealand, UK, dan Australia): accrual accounting dahulu baru accrual budgeting.
Nilai dari seseorang itu di tentukan dari keberaniannya memikul tanggungjawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.
Unknown

0 komentar: