Takes at least two people to see the truth: one to speak and another to understand it

DUKUNG JOKOWI JADI PRESIDEN INDONESIA 2014






Pagi-pagi saya awali melihat berita di TV, tanpa saya sadari tercetus dalam benak saya siapakah presiden RI di 2014 nanti? Wajar saya bertanya pasalnya sedikit nama yang pantas jadi presiden.

Alasannya:
1. Indonesia negara yang kompleks beragam etnis, agama dan budaya. Seorang kepala negara harus bisa merangkul semua. bukan hanya etnisnya saja, agamanya saja, dan budayanya saja. Nah dari sini dari banyak anak bangsa mulai berguguran satu-satu, untuk bisa menjadi seorang kepala negara.
2. Kepala negara itu harus memikir negara, bangsa, dan rakyatnya. Disini sudah banyak lagi yang berguguran, liat saja yang perutnya buncit dan tambun-tambun karena merasakan enak dan nyamannya makan. Sementara banyak rakyat yang kelaparan. MBOK YO O MELAKUKAN SUMPAH AMUKTI PALAPA (tidak akan makan enak sebelum semua rakyat indonesia adil, makmur, dan sentosa)
3. Tidak punya etika, sama lawan politik aja sampai saling menjatuhkan, kalau perlu bunuh-bunuh an, WOW WOW dan WOW. Nah disini banyak calon lagi yang berguguran.
4. Mau dicalonkan jadi presiden tentunya

Kandidat:
1. Guntur Soekarno Putra, sayang dari gelagatnya beliau sakit hati karena di cap PKI, jadi melupakan dunia perpolitikan.
2. Sri Sultan, seorang bangsawan dan raja yang bijaksana di keraton yogyakarta
3. Sri Mulyani, sayang oleh pihak yang tidak senang dengan ibu yang satu ini dia di cap ikut terkena skandal bang century
4. Dan nama yang satu baru terpikir di detik2 terakhir dan sangat pas jika jadi presiden kalau di ijinkan ibu megawati, dan dialah bapak JOKOWI

Namanya Joko Widodo, namun masyarakat Surakarta biasa memanggilnya Jokowi. Wali Kota ini populer di kalangan pedagang kaki lima (PKL) di Solo, bukan karena kekuasaannya melainkan karena pendekatannya yang simpatik dan unik.

Putra tukang kayu ini mengimpikan Solo yang bersih dan tata ruang kota yang harmonis. Tapi, itu tidak mudah. PKL menjamur. Jumlahnya mencapai 5.817 yang tersebar di ruang-ruang publik dan fasilitas umum. Monumen Perjuangan 45 Banjarsari hanya terlihat puncaknya saja. Monumen bersejarah itu tertutup kios-kios pedagang yang tak beraturan dan kumuh. Jalan juga menyempit.

Stadion olahraga Manahan Solo, sama saja. Jumlah pedagang tidak terkendali. Kios-kios bertebaran menutupi kemegahan stadion tersebut. Jalan juga menjadi sempit dan tak beraturan. Pasar-pasar tradisional juga mengalami nasib sama. Tidak tertata dengan baik.

Eksportir mebel ini ingin mengubah itu. Ia bertekad mengembalikan kemegahan masa lalu Solo, sebagai kota indah dan tertata. Tapi, bagaimana caranya. Menggusur pedagang yang telah bertahun-tahun mencari nafkah di tempat-tempat itu, jelas tidak mudah. Mereka pasti marah.

Jokowi bisa saja menggunakan alat kekuasaannya sebagai wali kota --seperti diperlihatkan banyak kepala daerah lain, bahkan dengan kekerasan-- menggusur pedagang yang berjualan di tanah bukan haknya. Apa susahnya. Buat peraturan daerah dan alat-alat kekuasaan melaksanakannya. Tutup mata dan telinga. Selesai.

Tapi tidak. Mereka juga manusia yang berhak untuk hidup. Jokowi mengunda mereka makan di kantornya. Ia mendengar semua keluhan, terus mendengar sebelum menyampaikan rencananya. Berkali-kali seperti itu, makan malam, ngobrol, dan pulang.

Setelah terus mendengar, pada pertemuan ke-57, baru Jokowi menyampaikan rencananya memindahkan pedagang ke tempat yang disediakan di Pasar Klithikan Notoharjo, Semanggi. Rencana itu disertai pemberian kios secara gratis --meski sesungguhnya pedagang tetap bayar retribusi Rp 2.500 setiap hari selama 10 tahun-- disepakati pedagang.

Jokowi memimpin sendiri pemindahan pedagang. Ia menjadikan pemindahan itu sebagai peristiwa budaya dan sejarah. Sebanyak 989 pedagang diarak bersama seribu tumpeng dari Monumen Banjarsari menuju Pasar Klithikan Notoharjo. Peristiwa Juli 2006 itu kemudian dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Kini, Monumen Banjarsari bersih dan tertata rapih.

Pendekatan manusiawi itu juga dilakukan ketika memindahkan pedagang di Manahan. Stadion olahraga itu kini asri dengan pepohonan hijau. Berbagai pasar tradisional --di antaranya Pasar Kembang dan Pasar Nusukan-- yang sebelumnya kumuh, ditata menjadi menarik dan sehat. Bahkan, setiap pedagang diberi celemek gratis.

Tak banyak kepala daerah seperti Jokowi. Wali Kota berusia 46 tahun ini setidaknya memperlihatkan bahwa kekuasaan jauh lebih berarti dengan wajah ramah, tidak harus garang dan menghardik. Ia juga memperlihatkan kepedulian seorang pemimpin, di saat banyak pemimpin lupa atas kepentingan apa sesungguhnya mereka mengejar kekuasaan itu.

Bangsa ini letih dan sedang tergeletak dalam carut-marut perlombaan merebut kekuasaan. Dari satu pilkada ke pilkada lain, ratusan miliar rupiah uang tidak produktif bertebaran. Setelah berkuasa, mereka mengambil kembali uang itu dari rakyat, tak peduli rakyat meraung kesakitan dan lapar. Jokowi mungkin tak berharap pujian --meski ia layak menerima itu-- karena perbaikan dan pembenahan adalah kewajiban, adalah ibadah.

Kewajiban dan ibadah tidak memerlukan pujian, walaupun ada kabar yang berhembus bahwa beberapa perusahaannya gulung tikar karena kurangnya waktu untuk mengurusi usahanya daripada tanggung jawabnya sebagai walikota.

Oleh karena itu pilihlah calon kepala negara yang benar-benar memikirkan anda selama 5 tahun beliau menjabat, jadi memang seorang yang profesional yang berketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemusyawarahan, keadilan dan berkebudayaan

Sumber:
Asro Kamal Rokan

Artikel Menarik yang terkait:
Belajar dari Jokowi, Walikota Solo - Cara Solo Mendongkrak PAD dari PKL
Belajar dari Jokowi, Walikota Solo - Cara Solo Mendongkrak PAD dari
Belajar dari Jokowi, Walikota Solo Pedagang Kecil Harus Maju, Bukan Digusur
Adipura dan Pedagang kaki lima
Jokowi dan Kota Solo
Prinsip Ekonomi Jokowi
tambahan:
berita tambahan
Nilai dari seseorang itu di tentukan dari keberaniannya memikul tanggungjawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.
Unknown

1 komentar:

Yudhie Siagian said...
Sunday, 06 November, 2011

Saya simpatik melihat kepemimpinan beliau..